Pengantar
Dewasa ini keberadaan sentra telah mencapai lebih dari 1.050 unit yang tersebar di seluruh tanah air. Kondisinya beragam, baik dari segi skala ekonomi, maupun potensi dan kapasitas kelembagaannya untuk dapat dikembangkan lebih lanjut. Populasi dan keragaman yang cukup besar tersebut, membawa implikasi yaitu kebijakan untuk menumbuhkan sentra menjadi klaster industri yang dinamis tidak bisa lagi diseragamkan, “one for all” atau monolitik. Kearah itu, diperlukan langkah untuk menemukan (fact finding) tentang keberadaan faktor-faktor yang secara langsung maupun tidak, berpengaruh terhadap beroperasinya klaster sebagai entitas usaha. Identifikasi ini akan membantu kita untuk memberi prioritas perhatian terhadap sejumlah faktor yang nyata-nyata menentukan daya hidup (viability) klaster. Sebaliknya, kegagalan dalam mengidentifikasi akan menyulitkan kita dalam menawarkan konsepsi ataugrand strategi dalam penumbuhan klaster dalam jangka panjang.
Tinjauan Umum Keberadaan Klaster UKM
Klaster adalah konsentrasi geografis antara perusahaan-perusahaan yang saling terkait dan bekerjasama, diantaranya melibatkan pemasok barang, penyedia jasa, industri yang terkait, serta sejumlah lembaga yang secara khusus berfungsi sebagai penunjang dan atau pelengkap. Hubungan antar perusahaan dalam klaster dapat bersifat horisontal atau vertikal. Bersifat horisontal melalui mekanisme produk jasa komplementer, penggunaan berbagai input khusus teknologi atau institusi. Sedangkan sifat vertikalnya dilakukan melalui rantai pembelian dan penjualan. Manfaat keberadaan klaster secara teoretik maupun empirik telah dikemukakan dalam sejumlah publikasi (Porter2, Scorsone3, Rahardjo4). Klaster industri akan meningkatkan produktivitas karena kebutuhan UKM dalam mengakses atau memperoleh sumber daya dapat terkonsentrasi di satu tempat. Hal ini membantu meringankan biaya transaksi (transaction costs). Sumber daya produktif yang dimaksud dapat berupa teknologi, informasi, sumber daya manusia, kapital, atau sumber daya lainnya. Selain itu, konsentrasi dan interaksi yang tinggi antar sesama UKM dalam klaster akan memperlancar proses penyebaran dan pertukaran informasi, pertukaran pengalaman dan sebagainya. Di sejumlah klaster bahkan bermunculan perkumpulan profesi, baik formal atau pun informal yang akan mempercepat penyebaran pengetahuan. Ide-ide dan praktek-praktek terbaik, yang segera menyebar dengan cepat dalam klaster. Di samping itu, ada peningkatan parameter kinerja baru yang muncul sehingga semakin menumbuhkan suasana berkompetisi diantara UKM dalam klaster tersebut. Kompetisi yang ketat antar UKM dalam klaster memaksa mereka untuk tidak berpuas diri dengan status quo. Alasan inilah yang menjadikan klaster industri seperti Silicon Valley mampu menelurkan karya-karya inovatif tanpa henti (Rahardjo, 2004). Adanya tekanan untuk membangun reputasi yang tinggi, menyebabkan friksi ekonomi sesama UKM,distribusitakan menurun. Keberadaan klaster industri akan mempermudah munculnya bisnis-bisnis baru. Di sejumlah lokasi klaster, sediaan sumber daya produktif, yang semula dimiliki perusahaan besar juga bisa diakses oleh perusahaan start up. Memang diakui, ketersediaan semua sumber daya yang dibutuhkan membuat entry barrier menjadi rendah bagi UKM yang ingin mendirikan bisnis baru. Karena kebutuhan sumber daya sudah tersedia, UKM yang bergabung dengan klaster tidak atau counter productive terhadap kelangsungan usaha UKM. Namun kenyataan di lapangan, mobilitas tersebut justru membawa akibat positif berupa transfer pengetahuan, baik yang bisa diajarkan atau pun yang bersifattacit knowledge, ke perusahaan-perusahaan lain di dalam klaster.
Faktor–Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kelangsungan Hidup Klaster UKM5
Kebijakan pengembangan klaster industri diorientasikan untuk pengelompokan industri dengan satu industri inti yang saling berhubungan intensif dan membentuk kemitraan dengan industri pendukung dan industri terkait. Industri inti adalah industri yang mempunyai keterkaitan erat dengan industri lain dalam suatu klaster, serta sangat berpengaruh terhadap pengembangan klaster itu. Industri pendukung adalah industri yang menghasilkan bahan baku dan penolong bagi industri inti. Sedangkan industri terkait adalah industri yang mempunyai hubungan dengan industri inti karena terjadinya kesamaan dalam penggunaan sumber daya seperti bahan baku, teknologi, SDM, maupun saluran distribusi dan pemasarannya. Selain itu, antara satu klaster dengan klaster lainnya akan berhubungan secara intensif dan membentuk kemitraan yang kemudian menghasilkan produk akhir yang diekspor maupun untuk kebutuhan pasar domestik. Berikut adalah faktor-faktor yang secara tunggal atau berkombinasi, mempengaruhi daya hidup (viability) klaster UKM. Intensitas dan spektrum kekuatan variabel ini beragam, dan hal ini dipengaruhi oeh kondisi internal dan eksternal klaster itu sendiri. Pada kondisi internal, faktor yang berpengaruh antara lain usia kematangan klaster, keragaman usaha (homogeneity), tingkat resiko bisnis diantara UKM di dalamnya, dan probabilitas pelaku usaha dalam klaster akan tetap berafiliasi dengan klasternya. Sedang faktor eksternal, yang menonjol adalah faktor stabilitas ekonomi makro yang mempengaruhi iklim usaha, kelangsungan order, dan pelaku baru (business new entrants) yang memperburuk suasana persaingan pasar, dan last but not least, adalah regulasi pemerintah.
A. Jejaring Kemitraan
Esensi beroperasinya klaster adalah kemitraan antar pelaku bisnis, baik yang di dalam maupun di luar klaster. Kemitraan antar pelaku bisnis dalam klaster membutuhkan instrumen yang jelas, proporsional dan realistis dan hal tersebut harus dapat dibuktikan. Kemitraan di masa lalu berkembang dengan semangat, namun tidak didasari konsepsi yang jelas dan dapat ditangkap oleh pihak-pihak yang bermitra. Prinsip kemitraan yaitu: saling melengkapi, saling memperkuat, saling membutuhkan, dan saling menguntungkan, sesungguhnya merupakan dasar yang kokoh, namun tidak semestinya hanya berhenti sebagai slogan. Pada tiap jenis kemitraan. Harus dibuktikan dan ditawarkan skim-skim yang menjanjikan semua pihak yang bermitra akan memperoleh manfaat dan keuntungan. Apapun pola atau skim yang ditawarkan, adalah perlu untuk mempertimbangkan kelangsungan kemitraan dimaksud untuk jangka waktu yang tidak terlalu pendek, sehingga konsepsi kemitraan tersebut dimatangkan oleh berjalannya waktu dan akumulasi pengalaman di antara pelaku usaha yang bermitra.
B. Inovasi Teknologi
Untuk mencapai daya saing internasional sektor industri, perlu dilakukan upaya transformasi keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif melalui peningkatan produktivitas. Oleh karena itu, arah pengembangan industri adalah meningkatkan kandungan iptek, baik dalam proses maupun produk. Implementasi secara makro adalah mentransformasikan dari ekonomi berbasis pertanian ke basis industri, lalu meningkat lagi ke ekonomi berbasis teknologi. Konsep klaster merupakan instrumen yang tepat dalam transformasi ini. Pada klaster yang terfokus pada kegiatan manufacturing, maka peran teknologi sangat dominan karena berpengaruh langsung terhadap tingkat efisiensi, efektivitas dan produktivitas. Kemampuan robotik, standarisasi, miniaturisasi serta penggandaan (reproduceability) secara sistematik akan menseleksi kemampuan UKM dalam klaster untuk hidup. Sementara itu, teknologi yang inovatif ternyata semakin murah, dengan kecanggihan yang terus meningkat, menyebabkan pelaku usaha baru diuntungkan karena tidak dibebani biaya eksperimen dan riset. Tidakjarang pelaku baru ini menggeser peran dominasi pelaku lama (incumbent) disebabkan karena pelaku baru banyak memanfaatkan inovasi teknologi. Kesenjangan teknologi (technology gap) diantara pelaku klaster UKM, dan tidak adanya pertautan (incompatibility) merupakan hambatan teknologi yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan klaster UKM10. Kesulitan lain dalam hal ini adalah resistensi untuk mengadopsi teknologi, melakukan langkah-langkah eksperimen atauexcercise untuk hal-hal yang bersifat inovatif. Klaster peternakan ayam petelur di Kecamatan Mungka, Kabupaten Limapuluh Kota, merupakan contoh sukses dalam mengadopsi teknologi. Berawal dari peternakan ayam petelur, sekarang usahanya telah berkembang, melakukan diversifikasi produk untuk memanfaatkan limbah kotoran ayam dengan beternak ikan lele. Klaster tersebut memiliki 2 juta ekor ayam dan menghasilkan limbah berupa 8 ton kotoran ayam per hari. Untuk memecahkan masalah limbah tersebut juga dilakukan pengolahan limbah menjadi biogas dan kompos sebagai bahan pupuk organik. Pada klaster tersebut terdapat 70 unit reaktor biogas.
C. Modal SDM dan Kewirausahaan
Wacana tentang perlunya kualitas SDM yang baik dalam rangka pengembangan klaster UKM, sesungguhnya didorong oleh keinginan kita untuk meningkatkan tiga hal yaitu: produktivitas, daya saing, dan kualitas kerja. Ketiga hal ini dapat dibedakan, namun pada dasarnya merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan. Pada klaster UKM yang terbentuk secara alamiah, lebih banyak dijumpai kualitas SDM yang belum optimal, sehingga upaya peningkatannya membutuhkan usaha ekstra. Kualitas SDM juga berimbas pada kemampuan wirausaha, baik sebagai ilmu, semangat, sikap maupun perilaku. Kemampuan, inisiatif, pengembangan rasionalitas bisnis, kemampuan mengelola konflik, dan membagi resiko, pada dasarnya akan bermuara pada kematangan dalam pengambilan keputusan secara menyeluruh. Perbaikan dalam faktor ini seringkali buntu karena perilaku kalkulatif yaitu, biaya yang dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas SDM jauh lebih besar daripada tambahan kemanfaatan yang diperoleh. Dilema inilah yang menghambat perkembangan klaster.
D. Infrastruktur Fisik
Kelancaran beroperasinya klaster UKM ditentukan oleh tersedianya infrastruktur fisik (utamanya fasilitas jalan aspal, listrik dan saluran telepon) secara memadai. Di wilayah Jawa persoalannya tidak serumit dibandingkan dengan lokasi luar jawa, yang berjauhan dengan pusat-pusat pertumbuhan (growth poles)
Sumber: dari internet (google.com)
Tinjauan Pemasaran Usaha Kecil Menengah (Tugas Ke-3)
Diposting oleh
lilis
, Sabtu, 27 November 2010 at 00.55, in
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar