WEB BLOG
this site the web

Peran bank Syariah Pada Pemasaran usaha syariah

Peran bank Syariah Pada Pemasaran usaha syariah
Usaha masyarakat untuk mengembangan industri kreatif adalah dalam ranah usaha untuk memenuhi kebutuhan pokok. Bank Islam memiliki kepentingan atas usaha-usaha manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan pokoknya Ibrahim (2003) dalam Poverty Alleviation via Islamic Banking Finance to Microenterprise. Hal tersebut sesuai dengan konsep Islam yang didasarkan atas prinsip keadilan sosial (adl) dan kebaikan (ahsan). Implikasi dari konsep Islam dalam bidang ekonomi menurut Khan (1997) dalam Social Dimensions of Islamic Banks in Theory and Practise, adalah; "…taking care of those who cannot be taken care of by the market, who cannot play with economic forces or do not have access to economic means to enable them to exploit the economic opportunities around them"
Oleh karenanya bank syariah lebih akomodatif dalam memberikan pembiayaan bagi industri kreatif yang tergolong sebagai usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Dhumale and Sapcanin (1999) dalam An Application of Islamic Banking Principles to Microfinace, mencoba mekombinasikan produk bank syariah dengan kebutuhan pembiayaan pada industri kecil dan menengah. Namun harus diakui bahwa penyaluran pembiayaan bank konvensional kepada pelaku industri kreatif dihadapkan pada persoalan tingginya nilai jaminan, margin yang tinggi, manajemen likuiditas bank, rendahnya akses bank syariah ke industri kreatif. Bagaimana bank syariah mengatasi problem bank konvensional dalam menyalurkan pembiayaan pada industri kreatif dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Pengunaan jaminan dalam pembiayaan
Industri kreatif dikelola oleh UMKM atau industri rumah tangga dengan modal yang kecil. Sementara itu untuk kelangsungan produksi membutuhkan modal sesuai dengan kapasitas produksi yang telah mereka targetkan. Tambahan modal itu diperoleh melalui bank atau lembaga keuangan. Namun setiap bank umum mensyaratkan adanya jaminan untuk setiap pembiayaan yang dikeluarkan. Hal ini menyulitkan pelaku industri kreatif memperoleh dana sebab sebagian besar pelaku industri kreatif adalah masyarakat menengah dan bawah yang tidak memiliki jaminan yang senilai dengan dana yang diajukan pada pihak bank.
Kesulitan jaminan pada pelaku industri kreatif dapat diminimalisir di perbankan syariah melalui produk mudharabah. Bank sebagai mitra pelaku bisnis berperan sebagai pemilik modal (rabbul maal) sedangkan pelaku bisnis sebagai pemiliki usaha (mudharib). Bank memberikan pembiayaan 100 persen dari pembiayan yang dibutuhkan kepada pelaku bisnis, sedangkan perlaku bisnis pengelola dana dalam produksi. Namun sebelumnya kedua belah pihak menjalankan kontrak (akad) dimana dalam kontrak tersebut menentukan porsi (nisbah) bagi hasil dan jumlah waktu pembayaran. Keuntungan dibagi berdasarkan nisbah yang menjadi kesepakatan akad , namun bila ada kerugian pembagian resiko tergantung kerugiaannya. Bila kerugian dikarenaka iklim usaha maka di tanggung oleh bank, namun bila ada moral hazard oleh pelaku industri kreatif di tanggung oleh pelaku bisnis bersangkutan.
Jaminan untuk pembiayaan mudharabah adalah kepercayaan bank kepada pelaku industri kreatif. Tingkat produksi, kwalitas SDM, manajemen keuangan yang menjadi dasar bank syariah memberikan pembiayaan dengan mengunakan skim mudharabah. Keterlibatan langsung bank dalam produksi dan pemasaran diperlukan untuk mekontrol produksi pelaku industri kreatif. Ini diperlukan karena sistem bagi hasil menuntut bank syariah untuk aktif dalam usaha tersebut karena tinggi rendahnya pendapatan yang diterima oleh pelaku industri kreatif akan mempengaruhi tingkat pendapatan bank.
2. Bunga pada bank konvensional yang tinggi
Kesulitan lain bagi industri kreatif adalah pembayaran bunga setiap bulan dimana hasil yang diperoleh dari produksi didapat tidak setiap bulan. Kenyataan ini membuat pelaku industri kreatif kesulitan untuk membayar cicilan dan bagi hasil/margin kepada pihak bank. Untuk mengatisipasi pembayaran bulanan ini, pelaku industri kreatif bisa saja mengambil dari pembiayan yang mereka peroleh dari bank pada saat usaha mereka belum menghasilkan. Artinya, pelaku industri kreatif mendapatkan beban dengan sistem pembayaran di lakukan setiap bulan.
Dalam bank syariah di kenalkan produk salam, dimana bank memberikan pembiayaan kontan kepada pihak pelaku bisnis saat ini. Pembayaran pelaku industri kreatif dilakukan secara kontan bersama margin nanti ketika waktu pembayaran yang telah dtentukan. Pada produk salam dimungkinkan bagi bank untuk terlibat dalam pemasaran, dimana pelaku industri kreatif menjual produknya kepada bank kembali dengan nilai yang sesuai dengan nilai pembiayaan yang telah diajukan, selanjutnya bank menjual barang yang telah diterima tersebut kepada pihak distributor. Dalam hal ini pihak bank diuntungkan dari margin yang dibayarkan pelaku industri kreatif dan keuntungan dari penjualan yang dilakukan ke distributor
3. Manajemen likuditas bank
Pelaku industri kreatif sering dihadapkan kesulitan pembiayaan dikarenakan berbagai syarat yang harus di penuhi, demikian juga penolakan yang diterima. Namun bagi kreditor yang relative lebih besar, bank memberikan tanpa syarat yang terbelit. Bank cenderung diskrimintif dalam memberikan pembiayaan. Namun hal itu bisa diterima karena bank dituntut untuk menjaga performance dengan selalu mengawal tingkat likuiditas yang dimiliki. Bank tidak mau menempuh resiko dengan memberikan pembiayaan yang pada akhirnya menganggu likuiditas bank, seperti kredit macet.
Dari aspek bisnis, bank kurang melihat bahwa industri kreatif sebagai industri yang well performance sehingga tingkat resiko bagi bank juga tinggi. Tidak aneh bilamana bank mengunakan kebijakan yang konservatif pada industri kreatif, misalnya dengan adanya jaminan yang nilainya lebih tinggi dari nilai pinjaman yang di ajukan, tingkat bunga yang tinggi dan waktu pengembalian utang yang pendek. Bank mengunakan kebijakan ini lebih dikarenakan alasan konsep bisnis yang menuntut manajemen likuditas bank yang ketat.
Bank syariah dituntut untuk menjaga performance melalui manajemen likuditas bank. Orientasi bisnis bank syariah, tidak harus sama dengan bank konvensional. Bank syairah memiliki orientasi maslahah dalam berbisnis. Konsep maslaha dalam bank syariah dapat dilihat dari implikasi pada pembiayaan qord. Dimana produk ini adalah produk pembiayaan tanpa margin atau bonus. Pihak pelaku industri kreatif dapat mengajukan pembiayaan qord kepada bank syariah. Ciri umum produk qord adalah tidak ada jaminan, dana terbatas, tempo pembayaran yang pendek. Pelaku industri kreatif pemula dapat mengunakan produk ini, kemudian dapat dilanjutkan dengan mengunakan produk musyarakah dan atau murabaha.
4. Rendahnya akses pada bank
Industri kreatif memiliki akses yang rendah ke bank, demikian juga bank kurang memiliki kepentingan untuk membuka akses pada industri kreatif. Kurang terbangunnya akses dari industri kreatif ke bank dikarenakan independensi industri kreatif yang banyak mengunaan modal yang terbatas, orientasi industri kreatif lebih memenuhi kebutuhan dasar pelakunya, bahan baku yang digunakan lebih banyak mengunakan bahan baku yang tersedia dan manajemen pengelolaan pelaku industri kreatif kebanyakan dikelola secara sederhana.
Faktor di atas menjadi industri kreatif kurang dikenal dan rendah membangun akses pada bank. Bagi bank keadaaan industri kreatif demikian kurang bankable, dimana bank menuntut pelaku industri kreatif lebih profesional dalam pengelola usaha, hal ini diperlukan bank untuk menjaga komitmen pelaku industri kreatif terhadap bank. Persyaratan administrasi, jaminan, tingkat bunga dan waktu juga mendukung bank untuk meragukan industri kreatif mampu memenuhi syarat yang diperlukan
Bank syariah memiliki komitmen dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui system pembiayaan yang berprinsipkan pada nilai-nilai Islam. Ini yang menjadi jaminan bagi bank syariah untuk memiliki akses pada pelaku industri kreatif. Bank syariah, BPR Syariah dan Koperasi Simpang Pinjam (KSP) syariah semacam BMT memiliki akses pada pelaku industri kreatif melalui produk bagi hasil maupun jual beli. Jadi bank syariah dilihat dari philosofi dan system yang digunakan memiliki akses yang kuat dalam mengelola UMKM.

Contoh lainnya Peran Bank Syariah dalam Mengembangkan Industri Kreatif

Contoh lainnya:
Peran Bank Syariah dalam Mengembangkan Industri Kreatif
Dalam Decontructing the Concept of Creative Industries, Galloway (2006) menyebutkan bahwa Industri kreatif atau industri budaya adalah industri yang berasal dari pemanfaatan kreatifitas, ketrampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan, mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut. Sama hal apa yang dimaksudkan oleh Caves (2000) dalam Creative Industries: Contracts between Art and Commerce dimana industri kreatif adalah industry yang berhubungan dengan budaya, artistik dan hiburan.
Industri kreatif ini memiliki peran penting bagi perekonomian nasional, karena industri kreatif dapat menciptakan iklim bisnis yang positif, dapat memperkuat citra dan identitas bangsa. Selain itu industri kreatif juga mendukung pemanfaatan sumber daya yang terbarukan, merupakan pusat peciptaan inovasi dan pembentukan krativitas, dan memiliki dampak sosial yang positif. Ada beberapa arah dari pengembangan industri kreatif, seperti pengembangan yang lebih menitikberatkan pada industri yang berbasis; (1) lapangan usaha kreatif dan budaya (creative cultural industry); (2) lapangan usaha kreatif (creative industry), atau (3) Hak Kekayaan Intelektual seperti hak cipta (copyright industry)
Di beberapa negara telah mengembangkan industri kreatif melalui berbagai mekanisme pengelolaan dengan melibatkan lembaga-lembaga terkait. Di Inggris, pengelolaan industri kreatif di bawah Department Culture, Media and Sport (DCMS) yang menkoordinasikan pemerintah dalam mengembangkan industri kreatif Di New Zealand, industri kreatif dikoordinasi oleh New Zealand Trade and Enterprise (NZTE). NZTE mengkoordinasikan kementerian terkait industri kreatif melalui pembentukan task forces, seperti task force bioteknologi, desain, food and beverage, ICT dan screen production.
Di Singapura, dikoordinasi Ministry of Information, Communications and the Arts (MICA). MICA sebagai konseptor, koordinator dan kolaborator bekerjasama dengan Menteri Perdagangan dan Industri. Tiga visi industri kreatif Singapura; (1) menjadi Renaissance City, (2) Menjadi Global Media City, dan (3) mencapai Design Excellence sebagai key national driver for competitiveness. Sedangkan, Cina melakukan kolaborasi antar departemen yang terkait dengan masing-masing subsektor industri kreatif dengan pemerintah daerah. Dimana Menteri Kebudayaan, menkoordinasi bidang musik, seni pertunjukan, literature budaya dan desain. State Administration of Radio, Film and TV (SARF) bertanggung jawab pada sektor media; film, TV dan Radio. General Administration of Press and Publishing (GAPP) bertanggung jawab pada sektor penerbitan dan percetakan. Menteri Ilmu dan Teknologi mengelola games, dan Menteri Ilmu dan Teknologi bekerjasama dengan Menteri Kontruksi mengelola desain terutama automobile, elektronik dan arsitektur.
Adapun ciri-ciri umum dari industri kreatif terutama di Indonesia adalah, pertama, siklus hidup industri kreatif singkat. Industri kreatif bertumpu pada kreatifitas individual yang bebas dan independen. Ini menunjukkan bahwa karakter industri kreatif yang berasal dari aktualisasi kreatifitas manusia yang yang jauh dari konsep kerja yang dikenal orang pada umumnya. Di Indonesia, pelaku industri kreatif tidak disebut PNS atau pengusaha sehingga jauh dari konsep pekerjaan yang akan mendapatkan fasilitas materi dan jabatan yang umum di pahami masyarakat. Kenyataan ini yang menjadikan industri kreatif kurang diperhatikan oleh masyarakat ataupun pemerintah. Oleh karenanya, bekerja dalam sektor industri kreatif masih dianggap pekerjaan sekuder/sambilan daripada tidak mendapat pekerjaan di PNS atau pengusaha.
Kedua, Resiko industri kreatif tinggi, industri kreatif sering dipahami sebagai industri yang mengandalkan pada kreativitas semata. Aspek lain yang mendukung kreatifitas sering kurang diperhatikan; misalnya pendidikan, modal dan peran pemerintah dalam mendukung pelaku industri kreatif untuk bertahan. Tinggi resiko produksi industri kreatif dapat diminimalisir dengan dukungan lembaga pendidikan yang memiliki kompetensi terhadap industri kreatif, lembaga keuangan yang akomodatif terhadap pelaku industri kreatif dan dukungan pemerintah dalam menyediakan legalitas dan fasilitas publik.
Ketiga, Keanekaragaman industri kreatif tinggi. Indonesia memiliki beragam seni, budaya, dan sumber daya manusia yang bisa digunakan sebagai faktor produksi. Potensi ini tumbuh disetiap daerah yang buil in dalam keberagaman karya yang berbeda-beda. Keberagaman ini akan melahirkan produk-produk unggul karena alokasi biaya-biaya produksi bisa diminimalisir karena setiap daerah berkonsentrasi pada desain, mode, corak, citra dan teknologi yang berbeda. Keberagaman yang tinggi akan melahirkan produk-produk yang memiliki keunggulan kompetitif atau competitive advantage di setiap daerah sehingga produk yang dihasilkan lebih efisien.
Keempat, persaingan di antara industri kreatif cukup tinggi. Karakter industri kreatif yang mudah ditiru, murah untuk diproduksi, mudah masuk ke pasar dan model yang unik menjadikan persaingan antara pelaku industri kreatif cukup tinggi. Aspek keunggulan dalam bersaing sangat menentukan pelaku industri kreatif untuk bertahan, terutama aspek keunikan/inovasi/kreasi, keuangan/pembiayaan, teknologi/informasi, manajemen dan distribusi. Pertahanan pelaku industri kreatif juga di pengaruhi jaringan antar industri kreatif. Jaringan ini diperlukan untuk menjaga kesinambungan usaha dalam jangka pendek, menengah dan panjang.
Kelima, industri kreatif mudah ditiru, produk industri kreatif dihasilkan dari kreatifitas manusia menjadikan setiap orang punya potensi untuk bisa meniru. Biaya produksi yang murah dan didasarkan atas potensi lokal yang melimpah menjadi industri kreatif mudah untuk dipelajari. Di samping itu, keberadaan industri kreatif banyak tidak tersentuh oleh perlindungan hukum atas kreatifitas yang dihasilkan pelakunya karena akses industri kreatif yang rendah pada pembuat kebijakan. Kenyataan ini yang menjadian pelaku industri kreatif perlu selalu melakukan inovasi dengan memfaatkan pendanaan, teknologi/informasi dan jaringan yang ada.
 

W3C Validations

Cum sociis natoque penatibus et magnis dis parturient montes, nascetur ridiculus mus. Morbi dapibus dolor sit amet metus suscipit iaculis. Quisque at nulla eu elit adipiscing tempor.

Usage Policies